Sabtu, 15 April 2017

Perancangan Manajemen Proyek Sistem Informasi (Pertemuan 2)

Nama               : Nurul Khabibah
Kelas               : 12.4A.35 MI
Mata Kuliah    : Perancangan Manajemen Proyek Sistem Informasi (Pertemuan 2)
           
Peranan Perancangan Manajemen Proyek Sistem Informasi
Manajemen merupakan proses merencanakan, mengorganisasikan, memimpin, dan mengendalikan kegiatan anggota serta sumber daya yang lain untuk mencapai sasaran organisasi (perusahaan) yang telah dibentuk (Soeharto, 2001 :21). Proyek merupakan suatu usaha yang bersifat sementara untuk menghasilkan produk atau layanan yang unik (Schwalbe, 2006 :4). Manajemen proyek merupakan kegiatan merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan dan mengendalikan sumber daya organisasi perusahaan mencapai tujuan dalam waktu tertentu dengan sumber daya tertentu (Budi Santosa, 2003 :3).

Setiap proyek mempunyai batasan yang berbeda terhadap ruang lingkup, waktu, biaya,yang biasanya disebut sebagai triple constraint (Tiga Kendala). Setiap proyek manajer harus memperhatikan hal penting dalam manajemen proyek. Pertama, ruang lingkup (scope): Apa yang ingin dicapai dalam proyek? Produk atau layanan apa yang pelanggan harapkan dari proyek tersebut? Kedua,waktu (time): Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proyek? Bagaimana jadwal kegiatan proyek akan dilaksanakan? Ketiga, biaya (cost): Berapa biaya yang dibutuhkan untuk dapat menyelesaikan proyek?

Ketiga batasan tersebut bersifat tarik-menarik. Artinya, jika ingin meningkatkan kinerja produk yang telah disepakati dalam kontrak maka umumnya harus diikuti dengan meningkatkan mutu yang selanjutnya berakibat pada naiknya biaya melebihi anggaran. Sebaliknya, bila ingin menekan biaya makabiasanya harus berkompromi dengan mutu dan jadwal. Menurut Schwalbe (Schwalbe, 2006:72-73), pengembangan manajemen proyek terdiri dari lima tahap. Pertama, Inisiasi. Inisiasi merupakan proses mengenal dan memulai sebuah proyek baru atau fase proyek. Menurut Schwalbe (2006:72), tindakan yang harus dilakukan manajer proyek dan manajemen senior dalam inisiasi proyek adalah sebagai berikut: Dengan cepat menentukan sebuah tim proyek yang kuat; Mendapatkan keterlibatan pemegang saham di dalam awal proyek; Menyiapkan analisis lebih detail dari masalah bisnis dan mengembangkan teknik perbandingan proyek; Menggunakan pendekatan fase per fase; Menyiapkan rencana yang berguna dan realistis untuk proyek.

Kedua, Perencanaan. Perencanaan merupakan proses yang paling sulit dan tidak diperhatikan dalam manajemen proyek. Tujuan utama perencanaan proyek adalah sebagai panduan dalam pelaksanaan proyek. Untuk itu, rencana yang dibuat harus realistis dan berguna. Ketiga, Eksekusi. Eksekusi proyek melibatkan pengambilan tindakan yang perlu dilakukan untuk meyakinkan bahwa aktivitas di dalam rencana proyek terselesaikan dengan baik. Produk dari proyek dihasilkan selama eksekusi proyek dan biasanya memakan banyak sumber daya untuk diselesaikan. Keluaran yang paling penting adalah hasil kerja atau pengiriman produk. Keempat, Pengontrolan. Pengontrolan merupakan proses untuk membandingkan kemajuan proyek dengan objektif proyek, pengawasan penyimpangan dari rencana, dan mengambil tindakan korektif untuk menyesuaikan kemajuan dengan rencana. Kelima, Penutupan. Proses penutupan proyek meliputi kegiatan untuk mendapatkan penerimaan pemegang saham dan pelanggan dari produk akhir dan proyek atau fase proyek, untuk pemesanan akhir. Hal itu meliputi verifikasi terhadap semua pekerjaan yang sudah diselesaikan dan menyangkut audit proyek.

Menurut Soeharto (Soeharto, 2001:471), Pinto dan Slevin pada tahun 1988 telah menyelidiki lebih dari 400 proyek, dan menemukan CSF yang berikut ini berdasarkan urutannya. Pertama, Misi Proyek. Harus memiliki tujuan dan arah yang jelas mengenai proyek diadakan. Hal tersebut harus dimengerti oleh tim proyek dan bidang yang terkait di dalam perusahaan serta stakeholders yang memiliki peranan penting. Kedua, Dukungan dari Manajemen Atas. Dukungan dapat diberikan dalam bentuk penyediaan sumber daya yang diperlukan, memberikan otoritas yang cukup untuk pelaksanaan implementasi, mengikuti dan memperhatikan beberapa aspek kritis proyek, serta turun tangan dalam penyelesaiannya. Ketiga, Perencanaan dan penjadwalan. Proyek harus memiliki perencanaan dan jadwal secara keseluruhan seperti milestone(suatu kegiatan penting dalam proyek dengan durasi = 0), jadwal penyerahan produk yang dibuat, dan lain-lain. Dalam hal ini termasuk sistem pelaporan dan monitoringyang efektif untuk mendeteksi kemungkinan adanya penyimpangan. Keempat, Konsultasi Dengan Pemilik Proyek. Konsultasi dengan pemilik proyek dari waktu ke waktu selama penyelenggaraan proyek akan sangat memperlancar pelaksanaan tahap implementasi sejauh mana keinginan peranan pemilik. Kelima, Personel. Berhubungan dengan memilih, melakukan negosiasi, merekrut, serta pembinaan tim kerja yang efektif. Dengan kata lain, personel berhubungan dengan orang-orang yang cocok ditugaskan ke dalam tim proyek.

Keenam, Kemampuan Teknis. Pelaksana proyek harus memiliki kemampuan teknis dan menguasai betul-betul teknologi proyek yang akan dikerjakan. Ketujuh, Penerimaan dari pihak pemilik proyek. Pemilik proyek, terutama pada akhir tahap implementasi ikut aktif melakukan testinguji coba dan sertifikasi (pemilik proyek menerima produk yang dihasilkan tersebut). Kedelapan, Pemantauan, pengendalian, dan feedback. Diperlukan guna mengetahui sejauh mana hasil pelaksanaan dibandingkan dengan perencanaan, terutama anggaran. Disini diperlukan metode yang dapat meramalkan hasil kegiatan akhir proyek bilamana kondisi seperti saat pelaporan tidak berubah. Dengan demikian, dapat diadakan koreksi sesuai keperluan. Kesembilan, komunikasi. Terbinanya komunikasi yang baik antara peserta proyek (tim proyek) dan stakeholders yang terkait diperlukan untuk mencegah duplikasi kegiatan maupun salah pengertian. Dengan komunikasi yang baik akan dapat dibicarakan persoalan yang timbul selama proses implementasi. Kesepuluh, Trouble Shooting. Mekanisme itu membantu memperkirakan persoalan yang akan terjadi di kemudian hari sehingga jauh sebelumnya sudah diberikan perhatian yang seksama (menangani krisis dan hambatan yang terjadi).

Banyak proyek perangkat lunak mengalami kegagalan karena spesifikasi desain atau waktu dan perkiraan biaya. Kebanyakan permasalahan proyek tidaklah nyata, bahkan sampai akhir proyek tersebut. Lyytinen dan Hirschheim mengidentifikasi empat kategori utama kegagalan proyek perangkat lunak. Pertama, kegagalan penyesuaian: kegagalan sistem pada sasaran desain. Hal itu adalah suatu kegagalan teknis dalam pengkodean pada komputer. Kedua, kegagalan proses: kegagalan penyelesaian suatu proyek dengan tepat waktu dan sesuai dengan anggaran. Sistem bekerja secara teknis tetapi tidak ekonomis dan tidak sesuai dengan perencanaan bisnis. Ketiga, kegagalan interaksi: terjadi ketika suatu sistem tidaklah digunakan sesuai dengan rencana. Interaksi antara tim proyek dengan usertidak berjalan dengan sistematis dan efektif. Keempat, kegagalan harapan: terjadi ketika sistem tidak dapat memenuhi syarat yang diharapkan. Sistem mungkin akan menampilkan secara teknis, sesuai dengan waktu maupun anggaran tetapi mungkin tidak dapat melakukan tugas manajemen.

Menurut Budi Santosa (Budi Santosa, 2004:7), secara garis besar proyek memiliki empat tahapan berikut. Pertama, Tahap Konsepsi. Tahap menyusun dan merumuskan gagasan, menganalisis pendahuluan, dan melakukan studi kelayakan. Kedua, Tahap Pendefinisian. Tahap kegiatan penyiapan rencana proyek secara detail dan penentuan spesifikasi proyek secara rinci. Ketiga, Tahap Akuisisi. Tahap kegiatan yang terdiri dari desain, pengadaan fasilitas pendukung maupun material untuk tahap selanjutnya, produksi, dan implementasi. Keempat, Tahap Operasi. Tahap akhir suatu proyek dan proyek diserahkan kepada user. Tahap itu terjadi tergantung pada jenis proyek.

Menurut Schwalbe (Schwalbe, 2006:10), Sembilan area pengetahuan manajemen memiliki fungsi yang saling terkait satu sama lainnya di dalam area pengetahuan manajemen tersebut. Manajer proyek harus mempunyai pengetahuan dan keahlian di dalam sembilan area ini.

Empat inti area pengetahuan manajemen proyek meliputi manajemen lingkup proyek, waktu, biaya, dan manajemen kualitas. Pengetahuan manajemen itu dapat membantu manajer proyek untuk menentukan sumber daya manusia, komunikasi, risiko, dan manajemen pengadaan proyek.

Sembilan area manajemen proyek sebagai berikut. Pertama, Manajemen Ruang Lingkup Proyek. Menurut Schwalbe (Schwalbe, 2006:167-189), ruang lingkup proyek mencakup semua proses yang terlibat dalam pendefinisian dan pengaturan mengenai segala sesuatu yang termasuk atau tidak didalam proyek. Hal itu untuk meyakinkan bahwa tim proyek dan stakeholdersmempunyai pengertian yang sama mengenai produk yang akan diproduksi sebagai hasil proyek dan proses yang akan digunakan dalam memproduksi proyek tersebut. Lima proses utama dalam manajemen ruang lingkup proyek adalah Perencanaan Ruang Lingkup (Scope Planning); Definisi ruang lingkup (scope definition); Membuat Work Breakdown Structure (WBS); Verifikasi Ruang Lingkup (Scope Verification); Pengendalian Ruang Lingkup (Scope Control).

Kedua, Manajemen Waktu Proyek. Menurut Scwalbe (Schwalbe, 2006:203-231), Manajemen Waktu Proyek meliputi perkiraan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan perkerjaan, mengembangkan jadwal penerimaan proyek, dan memastikan
penyelesaian proyek tepat pada waktunya. Terdapat enam proses utama dalam manajemenwaktu proyek yang terdiri dari: Definisi Aktivitas (Activity Defintion); Barisan aktivitas (Activity Sequencing); Aktivitas Perkiraan Durasi (Activity Duration Estimating); Pengembangan Jadwal (Schedule Development); Pengendalian Jadwal (Schedule Control).

Ketiga, Manajemen Biaya Proyek. Menurut Schwalbe (Schwalbe, 2006:251-257), Project Cost Management terdiri dari aktivitas persiapan dan pengaturan anggaran untuk proyek. Manajemen biaya proyek melibatkanproses yang dibutuhkan untuk meyakinkan bahwa proyek terselesaikan dengan anggaran yang dianjurkan. Seorang manajer proyek harus dapat meyakinkan bahwa proyek sudah didefinisikan dengan baik, mempunyai perkiraan waktu dan harga yang akurat, dan mempunyai anggaran yang realistis dan tim proyek terlibat dalam hal penganjuran tersebut. Proses yang terlibat dalam manajemen biaya proyek adalah perkiraan biaya (Cost Estimating) dan enganggaran biaya (Cost Budgeting).

Keempat, Manajemen Kualitas Proyek. Menurut Schwalbe (Schwalbe, 2006:293-294), tujuan utama manajemen kualitas proyek adalah menyakinkan bahwa proyek akan memenuhi kebutuhan yang akan diambil. Tim proyek harus mengembangkan hubungan yang baik dengan stakeholders kunci, khususnya pelanggan utama proyek tersebut untuk mengerti kualitas yang ada di dalamnya. Jika stakeholders proyek tersebut tidak puas dengan kualitas manajemen proyek atau hasil produk suatu proyek maka tim proyek harus membetulkan ruang lingkup, waktu, dan biaya untuk memenuhi kebutuhan stakeholders dan harapannya. Oleh karena itu, tim proyek harus mengembangkan hubungan kerja yang baik dengan sesama
stakeholders dan mengerti kebutuhan mereka. Proses yang terlibat dalam manajemen kualitas proyek adalah perencanaan kualitas (Quality Planning), meyakinkan kualitas (Quality Assurance), dan pengontrolan kualitas (Quality Control).

Kelima, Manajemen Sumber Daya Manusia Proyek. Menurut Schwalbe (2006:345-346), Manajemen sumber daya manusia proyek melibatkan proses yang dibutuhkan untuk melakukan efektivitas dari penggunaan orang yang terlibat dengan proyek. Manajemen sumber daya manusia menyangkut semua stakeholders proyek, seperti sponsor, pelanggan, anggota tim proyek, staf pendukung, para penjual yang mendukung proyek, dan lain–lain. Proyek utama yang terlibat dalam manajemen sumber daya manusia proyek adalah perencanaan sumber daya manusia (Human Resource Planning), perekrutan tim proyek (Acquiring the Project Team), pengembangan tim proyek (Developing The Project Team), dan pengaturan tim proyek (Managing The Project Team).

Keenam, Manajemen Komunikasi Proyek. Menurut Schwalbe (2006:388), tujuan manajemen komunikasi proyek adalah untuk meyakinkan waktu dan turunan yang benar, pengumpulan, penyebaran, penyimpanan, dan penempatan dari informasi proyek. Proses utama dalam manajemen komunikasi proyek adalah perencanaan komunikasi (Communication Planning), pendistribusian informasi (Information Distriution), pelaporan kinerja (Performance Reporting), dan pengaturan stakeholders(Managing Stakeholders).

Ketujuh, Manajemen Risiko Proyek. Menurut Schawlbe (2006:425-429), Manajemen risiko proyek merupakan seni dan ilmu pengindentifikasian, penganalisaan, dan penanggapan terhadap risiko melalui siklus hidup proyek dan berpatokan pada tercapainya tujuan proyek. Tujuan manajemen risiko proyek dapat dipandang sebagai peminimalan risiko negatif potensial dan pemaksimalan risiko positif potensial. Menurut Pressman (2003:146-149), risiko selalu melibatkan dua karakteristik, yaitu ketidakpastian (Uncertainty) dan kerugian (Loss).

Kedelapan, Manajemen Pengadaan Proyek. Menurut Schwalbe (2006 :467-471), Pengadaan (procurement) proyek mempunyai arti mendapatkan barang atau jasa dari sumber daya luar. Manajemen pengadaan proyek itu sendiri meliputi proses yang dibutuhkan untuk mendapatkan barang atau jasa untuk proyek dari luar. Enam proses utama dalam manajemen pengadaan proyek adalah merencanakan pembelian dan perolehan (Planning, Purchases and Acquisitions), merencanakan kontrak (Planning Contracting), meminta tanggapan penjual (Requestng Seller Responses), memilih penjual (Selecting Seller), mengatur kontrak (Administering The Contract), dan menutup kontrak (Closing the Contract).

Kesembilan, Manajemen Integrasi Proyek. Menurut Schwalbe (2006:116-117), Manajemen integrasi proyek meliputi proses yang terlibat di dalam mengkoordinasi semua area pengetahuan manajemen proyek lainmelalui daur hidup proyek. Hal itu untuk meyakinkan bahwa semua elemen proyek digunakan bersama pada waktu yang tepat untuk menyukseskan suatu proyek. Tujuh proses utama dalam manajemen integrasi proyek adalah mengembangkan Project Charter, membangun preliminary project scope statement, membangun perencanaan manajemen proyek, mengarahkan dan mengatur eksekusi proyek secara langsung, memantau dan mengendalikan kerja proyek, menampilkan pengontrolan perubahan yang terigentrasi, dan menutup proyek.



Referensi :
[1] Santoso, Budi. 2003. Manajemen Proyek. Jakarta: Guna Widya.
[2]Schwalbe, Kathy. 2006. Information Technology Project Managemen. Edisi ke-4. Boston Massachusetts: Couerse Technology.
[3]Soeharto, Iman. 2001. Manajemen Proyek dari Konseptual Sampai Operasional.Jilid 2. Edisi ke-2. Jakarta: Erlangga.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar